Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun Cisform: Jihad Fi Sabilillah (Analisis Wacana Teun A. Van Dijk)

Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun Cisform:
Jihad Fi Sabilillah (Analisis Wacana Teun A. Van Dijk)
Ali Ridho
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta
E-mail: ridhoali975@gmail.com
Abstract
This discourse analysis developed by Teun A. Van Dijk was used to
find out the meaning of Jihad fi Sa bilillah in the cartoon film series
launched by the Center for the Study of Islam and Social Transformation
(CISForm) UIN SunanKalijaga Yogyakarta, in collaboration with the Center for
Middle East Studies and Peace Global (PSTPG) UIN StarifHidayatullah
Jakarta. There are three text structures available in the Van Dijk discourse
analysis including macro structure, superstructure and micro structure. This
research is a descriptive type using a qualitative approach. With the data that
the researcher obtained from the cartoon film CISForm: Jihad fi Sabilillah
which was uploaded on youtube, various other supporting references such as
books, journals and articles in mass media or the internet. The results of this
study are that Jihad fi Sabilillah is able to be carried out in various ways, not just
demonstration and war. Because, jihad in the form of demonstration for the
establishment of khilafah and war in the context of the world order is now
impossible to implement. And it violates the meaning and application of verses
about jihad in the Qur'an and the Sunnah of the Prophet. Jihad in the present
must have a direction to advance Islam for the benefit of mankind and the
universe. The position of Jihad by studying religion or other sciences is more
important than the position of jihad in taking up arms.
Keywords : CISForm, Islam, and Jihad
Abstrak
Analisis wacana yang dikembangkan oleh Teun A. Van Dijk ini digunakan untuk
mengetahui makna Jihad fi Sabilillah dalam serial film kartun yang diluncurkan
oleh Center For The Study Of Islam And Social Transformation (CISForm) UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, bekerjasama dengan Pusat Studi Timur Tengah dan
Perdamian Global (PSTPG) UIN Starif Hidayatullah Jakarta. Ada tiga struktur
teks yang ada dalam analisis wacana Van Dijk diantaranya adalah struktur makro,

uperstruktur dan struktur mikro. Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis
deskriptif menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan data-data yang peneliti
peroleh dari film kartun CISForm: Jihad fi Sabilillah yang di-upload pada youtube,
berbagai referensi pendukung lainnya seperti, buku-buku, jurnal dan artikel di
media massa atau internet. Hasil penelitian ini adalah Jihad fi Sabilillah mampu
dilakukan dengan beragam cara, tidak dengan demostrasi dan perang saja. Sebab,
jihad bentuk demostrasi untuk penegakan khilafah dan perang dalam konteks
tatanan dunia sekarang sudah tidak mungkin untuk dilaksanakan. Dan menyalahi
pemaknaan dan penerapan ayat-ayat tentang jihad di al-Qur‟an maupun Sunnah
Nabi Saw. Jihad di masa kini harus mempunyai arah untuk memajukan Islam
demi kemaslahatan manusia dan alam semesta. Kedudukan Jihad dengan
mempelajari ilmu agama atau ilmu pengetahuan yang lainnya, lebih utama
kedudukannya ketimbang dengan jihad mengangkat senjata.
Kata Kunci: CISForm, Islam, dan Jihad
Pendahuluan
Jihad merupakan kewajiban seorang mukmin untuk mempertahankan
agamanya dari serangan lawan. Wujud dari serangan tersebut tidak harus berupa
serangan fisik, akan tetapi dapat berupa serangan pemikiran, keilmuan, teknologi,
perekonomian, dan lain sebagainya. Pada prakteknya, umat Islam dapat melakukan jihad
dengan bersungguh-sungguh meningkatkan kualitas dari menjadi seorang pemikir, ahli
di bidang keilmuan, teknologi, perekonomian, dan bidang-bidang lain yang rawan
terjadi konflik antara orang Islam dan pihak lain yang berusaha untuk menghancurkan
Islam. 1
Disisi lain, belakangan ini tidak ada istilah paling sering disebut orang kecuali
kata “terorisme” dan “jihad”. Istilah ini justru dibelokkan sebagai tindakan “terorisme”.
Hampir dipastikan, istilah “jihad” merupakan salah satu konsep Islam yang sering
disalahpahami, baik oleh kaum Muslimin maupun pengamat Barat, yang umumnya
mengartikan jihad dengan perang. Aksi kekerasan yang berpijak pada konsep jihad
merupakan bentuk penyempitan makna jihad. Dalam aksi kekerasan seperti pemboman,
selain telah mendistorsi makna jihad juga menimbulkan tindakan-tindakan yang tidak
sesuai dengan syariat seperti terbunuhnya wanita dan ank-anak. Kalangan “muslim
radikal” lebih banyak memaknai jihad dengan perang dan segala bentuk kekerasan.
Padahal, jihad memiliki makna yang luas, mencakup seluruh aktivitas yang membawa
kemaslahatan bagi umat manusia secara keseluruhan.
Kemudian, kemajuan ilmu pengetahuan, tehnologi dan informasi beberapa
dasawarsa sekarang ini memudahkan manusia untuk mengetahui perkembangan yang
terjadi di belahan dunia lain, dalam hitungan detik dan menit. Seakan dunia menjadi
miniatur mini yang mampu diketahui keadaannya setiap saat denga cepat. Diantaranya
1 Abdul Fatah, Memaknai Makna Jihad Dalam al-Qur‟an dan Tinjauan Historis Penggunaan
Istilah Jihad Dalam Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3, No. 1 Juli-Desember (Malang: UIN
Maulana Malik Ibrahim, 2016), 66
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|3
adalah film-film kartun bergenre dakwah dan edukasi yang diberi nama CISForm UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dengan menampilkan Islam kelembutan, toleransi, hingga
fenomena jihad fi sabilillah yang mampu dinikmati oleh masyarakat luas melalui internet.
Berangkat dari berbagai fakta diatas, peneliti berusaha membongkar bagaimana
memahami makna Jihad dalam serial kartun CISForm UIN Sunan Kalijaga edisi: Jihad fi
Sabilillah dengan menggunakan analisa wacana model Teun A. Van Dijk.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Maksudnya adalah data-data yang dikumpulkan beruapa kata-kata, dokumen,
gambar, dan bukan merupakan angka-angka. 2 Deskriptif yaitu metode penelitian yang
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau objek penelitian (seseorang,
lembaga, masyarakat dan lainnya), proses yang sedang berlangsung, dengan berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Sedangkan kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis atau lisan
dari objek yang diamati. 3 Data dalam penelitian ini diperoleh dari film kartun cisform:
Jihad fi Sabilillah yang di-upload pada youtube, berbagai referensi pendukung lainnya
seperti, buku-buku, jurnal dan artikel di media massa atau internet. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan metode analisis wacana model Teun A.Van Dijk untuk
memahami makna Jihad dalam serial film kartun cisform: Jihad fi Sabilillah.
Beberapa Pendapat Tentang Pengertian Jihad
Kata Jihad berasal dari akar kata jahada, yajhudu, jahd au juhd arinya adalah
sungguh-sungguh atau berusaha keras. 4 Kata jahd atau juhd artinya tenaga, usaha atau
kekuatan. Dari akar kata jahada (bentuk tsulatsi mujarrad) dibentuk tsulatsi mazid dengan
menambahkan alif sesudah fa‟ fi‟il atau suku pertama, sehingga menjadi jahada, yujahidu,
mujahadah wa jihad. Berikut ini definisi menurut beberapa ulama atau cendikiawan pada
masanya, yang masih relevan apabila ditarik benang lurus dengan zaman modern
sekarang ini:
Pertama , menurut Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menyatakan bahwa, jihad
terbagi menjadi dua yaitu jihad at-tholab (menyerang) dan jihad ad-daf‟u (bertahan).
Maksud tujuan keduanya adalah meyampaikan agama Allah dan mengajak orang
mengikutinya, mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya Islam dan
meninggikan agama Allah di muka bumi serta menjadikan agama ini hanya untuk Allah
semata. 5 Kedua , menurut Imam al-Bajuri mengatakan bahwa, jihad atau qital itu berarti
perang di jalan Allah yang berasal dari kata al-mujahadah, yaitu perang untuk
menegakkan agama dan (pengertian) ini yang dinamakan dengan jihad asghar,
sedangkan jihad akbar adalah melawan hawa nafsu, mengingat sabda Nabi Saw. ketika
2 Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 11
3 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2014), 4
4 Hasan Saleh, Kajian Fiqih dan Fiqih Kontemporer (Jakarta: IT Raja Persada, 2004), 274
5 Imam Malik Ibnu Anas, Al-Muwatta (Jakarta: Raja Fragindo Persada, 1999), 230
4 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
beliau baru pulang, ketika beliau baru kembali daru medan perang “ kita baru kembali
dari jihad ashgar menuju kepada jihad akbar. 6 Ketiga , Sayyid Qutub mengartikan jihad di
jalan Allah adalah sebagai perjuangan melawan musuh-musuh, perjuangan melawan diri
sendiri dan perjuangan untuk melawan kerusakan dan kejahatan. Ketiganya adalah
bentuk amanah besar yang diberikan oleh Allah Swt. 7 Keempat , jihad menurut
pandangan Imam „llaa‟ al-Diin al-Kaasaaniy, di dalam kitabnya Badaai‟ al-Shanaai‟,
mengatakan secara literal jihad mempunyai makna mencurahkan segenap usaha dan
tenaga atau ia adalah bentuk mubalaghah (hiperbolis) dari tenaga yang dicurahkan dalam
suatu pekerjaan.
Sedangkan menurut „uruf syara‟, kata jihad digunakan untuk menggambarkan
pencurahan usaha dan tenaga dalam perang di jalan Allah Swt., baik dengan jiwa, harta,
lisan (pendapat). 8 Kelima , Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali
(Hujjatul Islam) di dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub mengatakan bahwa jihad itu
terbagi menjadi tiga macam, 1) Jihad terhadap orang kafir. Jihad ini dinamakan dengan
jhad dzahir yang di dalam al-Qur‟an disebut “yujahiduna fisabilillah” (mereka yang berjihad
di jalan Allah). 2) Jihad dengan dalil-dalil dan ilmu untuk menghadapi orang-orang
dhalim. Ini disebutkan oleh al-Qur‟an (adakanlah diskusi dengan mereka dengan jalan
yang sebaik-baiknya). 3) Jihad melawan nafsu amarah (hawa nafsu). Ini disebutkan di
dalam al-Qur‟an “orang-orang yang berjihad di jalan Kami, Kami Tunjukkan jalan-jalan Kami”.
Sama halnya dengan hadits Nabi Saw. bahwa jihad yang paling baik adalah jihad
melawan dirinya sendiri…” 9 Keenam , Maududi mendefinisikan jihad sebagai
mempertaruhkan hidup seseorang dan segala sesuatu yang dimilikinya untuk
melenyapkan penguasaan manusia atas manusia dan menegakkan pemerintah yang
tegak di atas syariat Islam. 10
Jika disimpulkan pendapat para ulama dan cendikiawan diatas, di kalangan
mereka secara garis besar terdapat dua garis pendapat dalam memaknai jihad. Pertama,
berpendapat bahwa jihad identik dengan perang dan pembunuhan lawan, oleh karena
itu Islam pada akhirnya diartikan oleh para sarjana Barat dengan pedang dan perang.
Kedua, bahwa jihad tidak identik dengan perang dan pembunuhan, namun perang dinilai
bentuk jihad kecil (asghar) dan perlawanan terhadap diri sendiri bernilai (jihad akbar).
Sementara itu Islam menggunakan istilah jihad kecil (jihad asghar) untuk
mengacu pada apa yang di kalangan Kristen disebut perang yang adil (just war).
Sedangkan istilah jihad besar (jihad akbar) mengacu pada perjuangan psikologis di dalam
diri kita sendiri (jihad al-nafs) untuk membangun kerajaan Tuhan dalam perilaku kita dan
membentuk gaya hidup yang mencerminkan ajaran Tuhan, baik dalam kehidupan
6 Imam Malik Ibnu Anas, Al-Muwatta, 232
7 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilal al-Qur‟an Jilid 8 (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 150-152.
8 Tengku Muhammad Habsi ash-Shidiegh, Ihya Ulumuddin, terj. (Semarang: Pustaka Riski,
2003), 510
9 S. Ali Yasir, Jihad Masa Kini (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2005), 14
10 Deni Irawan, Kontroversi Makna dan Konsep Jihad Dalam al-Qur‟an Tentang Menciptakan
Perddamaian, Jurnal Religi, Vol X, No. (Yogyakarta: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga: 2014), 68
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|5
individu maupun komunal atau kelompok. 11 Sedangkan Robert Bellah di dalam
bukunya The Good Society menjelaskan bahwa jihad sendiri sebenarnya mempunyai tujuan
membangun apa yang disebut para filosof barat sebagai masyarakat yang baik (good
society). 12
Dasar Hukum Berjihad
Di dalam salah satu firman-Nya Allah Swt. menerangkan yang artinya: “Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu
dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah)
agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari
dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan
supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka
Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong”. (Surah al-Hajj ayat 78)
Di ayat yang lainnya Allah Swt. juga menyinggung tentang perlunya para
hamba-Nya untuk melaksanakan jihad. Seperti di dalam surah Al-„Ankabut ayat 69, yang
artinya: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik”.
Kemudian, di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami ra. yang
berbunyi yang artinya: “Kita pulang dari pertempuran yang kecil menuju pertempuran yang besar”.
(HR. Ad-Dailami) 13
Problematika Memaknai Jihad
Dalam konteks kekinian, apabila kita mendengar kata jihad barangkali yang
tergambar di dalam otak bawah sadar adalah orang-orang yang sedang mengangkat
senjata dengan mengendarai kuda hingga kendaraan berat yang terbuat dari bahan besi
dan dilapisi oleh baja yang tebal. Jihad digambarkan dengan membunuh orang-orang
yang tidak ber-istinbath (baca: mengambil hukum) dari hukum Allah Swt. yaitu al-Qur‟an
dan As-Sunnah. Jihad digambarkan dengan menumpahkan darah secara kejam, hanya
karena perbedaan-perbedaan dalam permasalahan khilafiyah sederhana, bukan
11 Zakiya Drajat, Jihad Dinamis: Menelusuri Konsep dan Praktik Jihad Dalam Sejarah Islam,
Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 16. No. 1 (Jakarta: Universitas Negeri Jakarta,
2016), 4
12 Robert Bellah et al., The good Society, 1992
13 Ibnu Taimiyah, As-Siyasah asy-Syar‟iyah fi Ishlahi ar-Ra‟I wa al-Ra‟iy-yah (Mesir: Dar al-
Kitab al-„Arabi, 1951), 177; Hadits ini cukup populer di kalangan umat Islam. namun penulis
belum menemukan sand dan matannya yang lebih lengkap, terutama di dalam kutub at-Tis‟a
Sehingga perlu dilakukan penelitian (takhrij) lebih lanjut. Sementara menurut Hasan al-Banna,
bahwa hadis tersebut ketika melihat orang-orang Islam berada di bawah imperialism barat,
mengkritik pemahaman yang memperkecil peran dan arti jihad melawan musuh yang nyata
sebagai jihad kecil (al-jihad al-ashgar). Ia juga mengkritik pemahaman yang memperbesar peran
dan arti jihad spiritual sebagai jihad besar (al-jihad al-akbar). Lihat Hasan al-Banna, Risalah al-jihad,
(Kuwait: al-Ittihad AL-„Alami li al-Munazhamat ath-Thullabiyyah, 1985), 7-59
6 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
menjerumus kepada perbedaan akidah atau keimananan diantara sesamanya. Jihad
digambarkan dengan pengemboman atas nama membela agama dan melawan
pemerintahan yang berkiblat kepada thagut (baca: sesembahan selain Allah Swt.) yang
pada akhirnya menimbulkan korban dari jiwa-jiwa yang tak bersalah dan tiada
mengetahui apa kesalahan mereka? Para istri menjadi janda, para suami menjadi duda,
para anak menjadi yatim dan yatim-piatu. Masjid bukan lagi tempat yang suci dan aman
untuk melaksanakan ritual ibadah, ketika dengan ringan terjadi penumpahan darah.
Bangunan-bangunan penuh dengan nilai-nilai estetika dan sejarah kemajuan sebuah
peradaban Islam kuno yang tak bersalah dengan beringasnya dihancurkan. Hingga
makam-makam Nabi dan ulama serta waliyullah (baca: orang-orang yang menjadi
kekasih Allah Swt.) diledakkan dan rata dengan tanah. Dan yang terbaru adalah zaman
berkemajuan di tengah-tengah terjangan deras arus globalisasi barat yang memaksa
untuk merubah tatanan dunia, jihad digambarkan dengan suatu sikap apriori yaitu suatu
bentuk klaim akan kebenaran yang sejati, yang menjadikan pelakunya rabun untuk
memandang khazanah nilai-nilai kebenaran yang juga dimiliki oleh orang lain.
Jihad dimaknai dengan sikap arogansi. Sikap yang seharusnya tidak ada pada
pribadi seorang muslim, dan apabila seseorang mulai terjangkit sifat tersebut hendaknya
segera untuk sadar untuk bersegera membersihkannya. Sikap arogansi pada akhirnya
menghantarkan pemiliknya kepada kotoran batin yaitu Sok Suci dan itu adalah suatu
bentuk kesombongan, dan al-Qur‟an mengatakan Allah tidak suka kepada orang yang
sombong. Hadits mengatakan bahwa pintu yang paling rapat menutup orang masuk
surga adalah kesombongan. Itulah dosanya iblis. Ketika Allah meminta iblis bersujud
kepada Adam, iblis menolak karena merasa lebih tinggi dari Adam, padahal para
malaikat saja bersujud. Maka kata Allah, aba wastakbara wa kana min al-kafirin (ia enggan
dan takabur, dan ia adalah termasuk golongan kafir. (QS. Al-Baqarah: 34) tidak usah
sombong dan sok suci.
Arogansi dalam memahami agama muncul manakala seseorang atau kelompok
mencerna suatu permaslahan apa yang tampak di permukaan, enggan menelisiknya dari
sudut pandang yang lebih dalam. Bahwa sesungguhnya kesemuanya adalah proses
menjalani takdir kehambaan. Hal tersebut apabila tidak mampu dipahami oleh hati kecil
manusia, maka jiwanya akan gersang. Manusia sedang melesat keluar dari orbit spiritnya.
Dia mencoba membangun kerajaan sendiri, atau planet-planet sendiri, di dalam
kehidupan ini. Manusia kemudian terlepas dari fitrahnya. Lalu, menjadi kaku dalam
memandang setiap persoalan yang berada pada tatanan masyarakat yang majemuk.
Timbullah klaim bahwa perbuatan atau amal yang dilakukannya adalah benar, dan yang
berbeda adalah salah. Disini manusia sudah mengambil hak preogatif Tuhan dengan
stampel benar atau salah yang seharusnya menjadi wilayah ke-Tuhanan dijadikan untuk
dirinya sendiri. Disini sudah kita temukan dua klaim yang dilakukan oleh manusia
pertama, amal yang dilakukanya dijadikan legitimasi atau paspor untuk mem-booking surga.
Kedua, manusia sendiri-lah yang menjadi pemilik daripada surga, bukan Allah Swt.
Posisi umat Islam yang arogansi dalam memahami agama ini oleh KH Luqman
Hakim (Direktur Sufi Center), mirip orang “kebelet” mau ke kamar kecil. Saking tidak
sabaran, ia menggedor-gedor pintu. Islam “kebelet” ini dengan modal pengetahuan dia
yang sedikit tentang Islam, ingin agar segala sesuatunya selesai atas nama Islam. Nah,
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|7
setelah masuk ke bilik air, ada yang namanya Islam “ngeden” (baca: mengejan). Ia
paksakan segala sesuatunya atas nama Islam, tetapi sesungguhnya itu nafsu belaka.
Fakta-fakta diatas menjadi suatu duri yang seakan menancap di hati para orang-
orang yang mencoba peduli dengan keadaan yang menggelisahkan, menyedihkan dan
menyayat nurani hamba-hamba beriman. Melihat bagaimana saudara-saudaranya seiman
di belahan negeri yang asing merindukan kedamaian. Merindukan belaian kasih-sayang.
Membangun kesadaran kembali (baca: dakwah) akan pentingnya kelembutan
dalam memahami agama merupakan bagian terpenting bagi kita yang sudah lelah
dengan fenomena-fenomena yang terjadi di depan mata. Di zaman yang berkemajuan
sekarang ini dakwah tidaklah cukup dengan disampaikan melalui lisan tanpa bantuan
dari alat-alat modern yang dikenal sebagai alat komunikasi massa. Diantaranya adalah
film, televisi, radio, handphone, media cetak dan lain sebagainya. Kata-kata yang
diucapkan melalui lisan manusia hanya mampu menjangkau jarak yang terbatas,
sedangkan apabila menggunkan alat komunikasi massa, dapat dijangkau jarak yang luas
melampaui ruang dan waktu. 14 Media massa modern pada umumnya di kendalikan
secara lebih baik dan biasanya melibatkan organisasi atau lembaga dengan profit dan
non profit. Media massa modern misalnya, musik, film, industry media massa, tehnologi
telepon, telepon seluler, computer, internet dan lainnya. 15
Landasan Teori
Teori model analisis wacana yang dipopulerkan oleh Teun A. Van Dijk. Dari
sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh
beberapa ahli, barangkali model van Dijk adalah model yang paling banyak dipakai.
Model yang dipakai oleh van Dijk ini seing disebut sebagai “kognisi sosial”. Menurut
van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks
semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus diamati. Disini
juga harus dilihat juga bagaimana suatu teks diproduksi, sehingga kita memperoleh
suatu pengetahuan kenapa teks bisa semacam itu. 16
Van Dijk mencoba tidak mengeksklusi modelnya semata-mata dengan teks saja.
Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada
dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan
berpengaruh terhadap teks tertentu. Wacana oleh van Dijk digambarkan mempunyai
tiga dimensi/bangunan: Pertama , teks. Kedua , kognisi sosial. Ketiga , konteks sosial.
Ciri dari analisis van Dijk adalah menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut ke
dalam satu kesatuan analisis. Model dari analisis van Dijk ini dapat digambarkan sebagai
berikut 17 :
14 Abdul Munir Mulkhan, Arah Ideologi Gerakan Dakwah (Yogyakarta: SIPRESS, 1996), 58
15 Wahyu Ilahi, dkk, Komunikasi Dakwah (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013),
153-154
16 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LKiS, 2015), 221
17 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 224-225
8 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
Konteks
Bagan. 1.1
Analisis Sosial
Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah struktur dari teks. Van Dijk
memanfaatkan dan mengambil analisis linguistic tentang kosakata, kalimat, preposisi,
dan paragraf untuk menjelaskan dan memaknai suatu teks. Kognisi sosial merupakan
dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks diproduksi oleh individu atau
kelompok pembuat teks. Cara memandang atau melihat suatu realitas sosial itu yang
melahirkan teks tertentu. Munculnya berita yang buruk mengenai orang China,
misalnya, timbul akibat struktur pikiran tertentu yang membentuk suatu cara melihat
persoalan sehingga mempengaruhi bagaimana suatu teks diproduksi. Sedangkan analisis
sosial melihat bagaimana teks itu dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan
pengetahuan yang berkembang dalam masyarakat atas suatu wacana. Ketiga dimensi ini
merupakan bagian yang integral dan dilakukan secara bersama-sama dalam analisis van
Dijk. 18
Teks
Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur atau tingkatan yang
masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya menjadi tiga tingkatan.
Pertama, struktur makro, merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang
diamati dengan melihat topic atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Kedua,
superstruktur, merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu
teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, struktur
mikro, merupakan makna wacana yang diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni,
kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan gambar. Kalau digambarkan
maka struktur teks dalam analisis wacana van Dijk adalah sebagai berikut 19 :
Tabel 1.1
18 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 225
19 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 226-227
Kognisi Sosial
Teks
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|9
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat
oleh suatu teks.
Superstruktur
Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan kesimpulan.
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya
yang diapaki oleh suatu teks.
Kognisi Sosial
Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi
juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menawarkan suatu analisis yang disebut
sebagai kognisi sosial. Dalam kerangka analisis wacana van Dijk, perlu ada penelitian
mengenai kognisi sosial: kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersbut.
Dalam pandangan van Dijk, analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks,
karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna,
pendpat, dan ideology. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks,
kita membutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif
didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan
oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa.
Oleh karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas representasi kognisi dan strategi
wartawan dalam memproduksi suatu berita. Karena setiap teks pada dasarnya dihasilkan
lewat kesadaran, pengetahuan, prasangka, atau pengetahuan tertentu atas suatu
peristiwa. 20
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Film ini diluncurkannya oleh Center For The Study Of Islam And Social
Transformation (CISForm) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bekerjasama dengan
PSTPG UIN Starif Hidayatullah Jakarta adalah diantaranya sebagai upaya
penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme di berbagai daerah di hampir seluruh
wilayah Indonesia, khususnya ditujukan untuk para generasi muda yang sangat rentan
terpapar ideology ekstrimisme.
Sebagaimana yang beritakan oleh situs uinsuka.ac.id pada tanggal 29 Januari
2018 dijelaskan bahwa dalam rangka memfasilitasi berbagai pengalaman dan
pengetahuan terkait penanganan dan pengetahuan terkait penanganan tindakan
ekstrimisme, CISForm UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan PSTPG UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta menyelenggarakan workshop dengan tema “Penguatan Jaringan
Masyarakat dan Pemerintahan Dalam Penanggulangan Terorisme”, di Hotel Grand
20 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 259-260
10 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
Zuri Yogyakarta, (29/01/2018). Di dalam forum tersebut memaparkan beberapa materi
pokok seperti tantangan radikalisme, penguatan penanggulangan terorisme dan best
practice penanganan terorisme dengan narasumber: Pertama, Dr. Najib Azcka dari
PSKP Universitas Gadjah Mada (UGM). Kedua, Dr. Nostalgiawan Wahyudi dari Pusat
Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global (PSTPG) UIN Syarif Hidayatullah. Ketiga,
Alimatul Qibtiyah, M.A., Ph.D dari CISForm UIN Sunan Kalijaga. Keempat, KH. Abdul
Muhaimin dari FKPT Yogyakarta. Kelima, AKBP Sinungwati, SH., M.I.P dari Polda
DIY. Keenam, Dr. Muhammad Wildan dari CISForm UIN Sunan Kalijaga. Ketujuh, Dr.
M. Fajar Sodik dari Ngruki Solo. Kedelapan, Widodo Kainan dari Dapoer Bistik Solo.
Dan yang terakhir adalah Eko Prasetyo dari SMI UII Yogyakarta.
Direktur CISForm UIN Sunan Kalijaga Dr. Muhammad Wildan menuturkan
“saat ini kami sedang menyelesaikan serias video pendek untuk menanggulangi aksi
terorisme. Kampanye ini rencananya ada 40 film animasi yang terbagi dalam lima tema
religi yakni hijrah, khilafah, jihad, toleran dan tauhid. Semuanya akan kami upload ke
youtube untuk masyarakat khususnya kaum muda. Tutur Wildan. Sementara
Muhammad Najib Azca di sisi lain menerangkan, bahwa perhatian terhadap potensi
terorisme belum begitu disadari oleh anak muda. Mereka rentan terhadap merebaknya
ajaran-ajaran radikal. Kondisi ini yang harus menjadi perhatian serius semua pemangku
kepentingan. Dalam kasus Islam Radikal terbagi menjadi tiga kategori, yakni Jihadisme,
Vigilatisme dan Syariatisme. Ketiganya memiliki tingkatan yang berbeda dalam
pemikiran dan tindkannya. Namun demikian, ketiganya perlu diwaspadai. Sebab
sasarannya jelas pada anak muda. Pola rekrutmennya juga melalui media sosial. Bahkan,
rentan pula terjadi pada pekerja migrant perempuan seperti kasus di Hongkong
beberapa waktu lalu saat TKI terindikasi dengan Islamic State of Iraq and Suriah.
Sementara Dr. Nostalgiawan Wahyudi dari Pusat Studi Timur Tengah dan
Perdamian Global (PSTPG) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengatakan, program
pemberdayaan ekonomi bagi generasi muda menjadi salah satu langkah penting untuk
meminimalisir menyebarnya paham radikal. Ada tiga kelompok besar menurut
Nostalgiawan, yang dinilai perlu mendapatkan perhatian dengan permberdayaan
tersebut. Pertama, untuk bekas napi teroris (napiter) yang butuh pemberdayaan ekonomi
dan proses deradikalisasi agar tidak kembali ke jalan yang salah. Kedua, untuk pemuda
yang butuh pemberdayaan ekonomi sebagai bahan pencegahan. Dan yang ketiga, bagi
pelajar atau mahasiswa butuh pemberdayaan pendidikan.
Kemudian, Alimatul Qibtiyah, M.A., Ph.D dari CISForm menerangkan bahwa
Islam yang berkembang di Indonesia merupakan Islam tengahan di antara tarik ulur
paham kanan dan kiri. Sehingga menunjukkan jati dirinya untuk meladeni paham-
paham ekstrim dan radikal. Alimatul juga mengingatkan, jika para perempuan juga
mulai rentan terkena imbas paham radikal, hal tersebut sudah terbukti dengan sejumlah
fakta peran perempuan dalam kasus-kasus terorisme yang berhasil diungkap oleh
kepolisian atau dalam hal ini adalah mewakili pemerintah. 21 Secara resmi peluncuran fil
animasi religi oleh CISForm dilakukan di dua tempat berbeda, 20 film pertama di
luncurkan di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta sedangkan 20 sisanya diluncurkan pada
tanggal 18 April 2018 di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Film animasi religi CISForm
21 http://uin-suka.ac.id diakses pada tanggal 01 Desember 2018
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|11
ini masing-masing berdurasi antara 1,5 s/d 2 menit dan berjumlah 40 buah film. Film
animasi religi ini merupakan komitemen CISForm untuk mengatasi penyebaran narasi
Islamisme dan radikalisme (counter violent extremism) di Indonesia. Pada peluncuran
di Jakarta, acara diisi dengan pemutaran film animasi religi dan dilanjutkan dengan
diskusi bersama tokoh agama dan utusan dari negara Syria. Kegiatan tersebut dihadiri
oleh berbagai perwakilan seperti pelajar SMA sederajat, guru-guru, remaja masjid,
ustadz pesantren, mahasiswa, lembaga pemerintahan, ormas keagamaan, dan akademisi.
Ketua CISFform mengatakan, “bahwa CISForm konsen dalam menangani
fenomena radikalisme melalui pendekatan yang lunak dan moderat”. Sebuah studi
terbaru menyatakan bahwa rata-rata kebiasaan membaca kaum muda di Indonesia
kurang dari 10 %. Sedangkan disisi yang lain, media sosial online lebih dipilih menjadi
alternatif yang cukup efektif untuk mendapatkan isu-isu terbaru. Hal ini didukung oleh
sebuah kenyataan bahwa banya pemuda akhir-akhir ini yang lebih suka memilih akses
mudah mencari melalui gadget dan internet dalam mencari dan mempelajari segala hal
termasuk dalam belajar ilmu agama. CISForm menyadari bahwa tidak bisa dipungkiri
bahwa arus globalisasi dan kemajuan tehnologi informasi, paham extremisme dan
radikalisme menyebar dan berkembang dengan pesat. Media sosial merupakan media
paling rawan untuk penyebaran ideology ultra-konservatif seperti Islamic State of Iraq
and Syria (ISIS). Gerakan-gerakan ultra konservatif tersebut menyebarkan ideology
(propaganda) mereka khususnya ke generasi muda dengan narasi-narasi extremisme dan
radikalisme. Wildan juga mengatakan, “Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang
dilakukan oleh CISForm, ideologi yang dikembangkan oleh gerakan-gerakan extremism
adalah seputar narasi hijrah, jihad, khilafah, dan intoleransi”. Berangkat dari hal
tersebutlah, CISForm pada akhirnya berusaha untuk menangkal perkembangan ideologi
ultra konservatif tersebut dengan membuat film animasi religi yang berisi pesan-pesan
Islam moderat. 22
Dalam analisis model Teun A. van Dijk bukan hanya isi teks saja yang
dipahami, tetapi juga bagaimana pesan yang disampaikan dalam serial film kartun
CISForm: Jihad fi Sabilillah. Dengan berbagai struktur wacana meliputi struktur makro,
superstruktur dan struktur mikro serta hal yang diamati seperti elemen tematik,
skematik, semantik, sintaksis, stilistik dan retoris mampu disampaikan oleh sebuah serial
film kartun CISForm: Jihad fi sabilillah.
Tabel 1.3
Struktur wacana Hal yang diamati Elemen
Struktur Makro
Serial film kartun
CISForm: Jihad fi sabilillah
Tematik
Seruan untuk mengikuti aksi
demostrasi dan jihad di
sebuah Masjid
Topik
Ari dan Udin dalam
percakapan tentang Jihad
fi sabilillah
Super Struktur
Mengikuti aksi
Skema
Dengan dialog atau
Tema
Permasalahan tentang
22 http://Republika.co.id diakses pada tanggal 31 November 2018
12 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
demostrasi dan jihad percakapan pemaknaan jihad antara
Ari dan Udin dengan
disajikan melalui dialog
atau percakapan singkat
Struktur Mikro
Semangat yang
menggebu-gebu untuk
mengajak dan
melaksanakan jihad fi
sabilillah
Skematik
Pemaknaan jihad fi sabilillah
Latar Detail
Mencoba memberi
penertian yang lebih
mendalam tentang makna
jihad fi sabilillah
Struktur Mikro
Seruan untuk
melaksanakan jihad
Sintaksis
Dialog atau percakapan
tentang seruan dan
pemaknaan tentang jihad
melalui bentuk cerita non-
fiksi
Bentuk Kalimat
Udin mengajak Ari untuk
melakukan jihad fi
sabilillah
Struktur Mikro
Dialog ringan di dalam
Masjid
Stilistik
Bahasa pergaulan anak
muda yang lagi mencari jati
diri
Leksikon
Udin mengajak Ari untuk
melaksanakan jihad fi
sabilillah
Struktur Mikro
Ari bergegas
meninggalkan Udin
Retoris
Pengucapan kalimat
penutup percakapan yang
dilakukan oleh Ari
Grafis
Ari mengutip sebuah
Hadits Nabi Saw. yang
diriwayatkan oleh Imam
Ibnu Majah dan Ahmad :
“Barang siapa datang ke
masjid tiada lain kecuali
untuk kebaikan, baik untuk
belajar maupun untuk
mengajar, maka nilainya
sama seperti berjihad di jalan
Allah Swt.”
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|13
Premis I
Dalam serial film kartun CISForm: Jihad fi Sabilillah dapat ditemukan adanya
perbedaan pemberian makna tentang Jihad fi Sabilillah antara Udin dan Ari. Sepertinya
Udin dalam serial kartun tersebut merupakan tokoh yang memiliki pemahaman bahwa
Jihad fi Sabilillah adalah dengan melalui ritual lahir atau fisik (baca: esoteric) misalnya,
dengan demostrasi demi menegakkan Khilafah Islam di suatu negara demokrasi, perang
dengan angkat senjata dan lain sebagainya.
Dari temuan di atas, mari kita bahas perlahan-lahan. Pertama, jihad menurut
pandangan tokoh Udin untuk melakukan demostrasi menegakkan khilafah, dapat
ditangkap bahwa Islam tidak boleh tunduk di hadapan kaum kafir. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Max Weber, bahwa Islam adalah agama Ksatria. Maka menjadi orang
Islam haruslah ksatria, pantang untuk diinjak. Islam diturunkan oleh Allah untuk
dimenangkan di atas semua agama dan aliran. Sementara sekarang ini Islam dipaksa
untuk takluk di bawah ajaran non-Islam, yang diberi nama demokrasi. Maka demokrasi
harus ditumbangkan, dan penganjur demokrasi paling utama, yakni Amerika pun harus
dihancurkan. Dan meninggal dalam rangka meruntuhkan berhala demokrasi adalah mati
Syahid. Kemudian, tokoh Udin juga memberikan pemaknaan bahwa jihad adalah
perang. Sementara itu kita tahu bahwa jihad dalam arti perang defensif yang adil
diperbolehkan oleh hukum Islam, dengan catatan sebagai berikut:
1. Tidak membunuh perempuan dan anak kecil.
2. Tidak membunuh „asif (orang-orang yang dipekerjakan sebagai tentara).
3. Tidak membunuh syaikh fani (orang lanjut usia) yang tak mampu berperang.
4. Menyakiti para rahib dan rohaniawan.
5. Memotong-motong tubuh manusia. 23
Sementara itu khalifah Abu Bakar ra. membuat ijtihad dalam hal ini:
1. Tidak boleh memusnahkan pohon kurma.
2. Tidak merusak lading gandum.
3. Tidak boleh menebang pohon yang mempunyai buah-buahan.
4. Tidak boleh membunuh atau membinasakan binatang ternak.
5. Tidak boleh menghancurkan biara. 24
Sedangkan dalam hal bunuh diri, Islam melarang dengan tegas, dalam kondisi
apapun. Larangan terkeras dapat ditemukan di hadits dengan pernyataan eksplisit:
“Barangsiapa bunuh diri, dia akan masuk neraka” dan “dijauhkan dari surga selama-lamanya”.
Hal ini juga sejalan dengan riwayat bahwa Rasulullah saw. menolak ritual
penguburan bagi seseorang yang melakukan bunuh diri. 25 Nabi Muhammad Saw.
mengisahkan cerita menyedihkan tentang seorang penghuni neraka. Dia berjuang
bersama Nabi Saw. terluka dalam perang, tersungkur karena luka yang parah, terjatuh di
atas pedangnya. 26 Dalam versi yang lain dijelaskan, Nabi Saw. mengingatkan bahwa ada
23 Ali Yasir, Jihad Masa Kini, 23
24 Ali Yasir, Jihad Masa Kini, 23
25 Sunan Abu Daud, Vol. 2, 98
26 al-Bukhari, Kitab Shahih, hadits no. 2683 dan 6012
14 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
seorang manusia yang tampak di mata orang lain melakukan amalan ahli surga, tetapi
dia dimasukkan ke neraka, dan seseorang yang tampak di mata orang lain melakukan
amalan ahli neraka, tetapi dia dimasukkan ke surga. Selanjutnya, jihad juga dimaknakan
oleh golongan esoterik (baca: lahir atau fisik) dengan bom bunuh diri, sebagaimana yang
sekarang sedang menjadi suatu kegemaran di belahan dunia Islam, tanpa terkecuali
Indonesia. Bom bunuh diri adalah fenomena tragis yang menyentak kita semua. Ia
menyebabkan hilangnya nyawa-nyawa yang tak berdosa, dan mencerminkan suatu
bentuk keputusasaan yang mendalam dan tiada harapan oleh para pelakunya. Ini adalah
sebuah fenomena yang tidak bisa diterima oleh masyarakat beradab manapun, baik di
dunia Islam maupun di Barat. Untuk memecahkan sebuah persoalan memerlukan
pemahaman tentang akar-akarnya. Untuk memecahkan persoalan bom bunuh diri yang
diklaim sebagai Jihad fi Sabilillah, kita perlu melebarkan pemikiran kita mengenai aspek-
aspek psikologis, sosisologis, bahkan bilogis guna menyelidiki impuls-impuls yang
mendorong para pelakunya melakukan hal tersebut.
Seorang tokoh sosiologi bernama Emile Durkheim membuat pengamatan
penting mengenai bunuh diri. Penemuan Durkheim yang paling kontraintuitif adalah
bahwa tingkatan bunuh diri adalah konstan bagi sebuah masyarakat tertentu. Bunuh diri
cenderung merupakan masalah kolektif atau sosial daripada masalah individu, dan
tingkatan bunuh diri yang umum hanya dapat dijelaskan secara sosiologis, bukan
individual. Penyebab-penyebab individual terhadap bunuh diri sering kali sulit
diidentifikasi karena pelakunya tidak menjelaskan tindakan mereka tersebut. Kita hanya
dapat mengamati penyebab-penyebab uji coba bunuh diri yang gagal atau belajar dari
pelaku yang meninggalkan penjelasan yang terperinci kepada kita. 27 Durkheim
menemukan bahwa secara statistik bunuh diri kurang berhubungan dengan fenomena
individu daripada fenomena sosial, seperti asal keluarga, politik, dan ekonomi, serta
kelompok agama. Hal-hal ini berkolerasi dalam sebuah masyarakat tertentu terhadap
suatu kecenderungan kolektif untuk bunuh diri., “tingkat bunuh diri relatif konstan bagi
setiap masyarakat selama dalam kondisi-kondisi dasar yang memicunya masih sama.
Kecenderungan ini merupakan suatu kenyataan objektif yang bersifat eksterior terhadap
individu dan memberikan dampak koersif terhadapnya. 28
Sementara itu ada beberapa penjelasan yang lain seputar justifikasi legal yang
diakui oleh para ahli fikih (baca: esoterik) mengenai bom bunuh diri. Banyak dari ahli
fiqih yang mendefinisikan perbedaan pragmatis antara bunuh diri dan syuhada.
Pandangan ini berlaku karena rakyat Palestina merupakan korban dari pendudukan
Israel dan telah lama menderita akibat permukiman illegal dan hilangnya rumah serta
tanah air mereka, sehingga berdasarkan hukum Islam rakyat Palestina berhak membela
diri mereka secara militer. Namun, rakyat Palestina tidak mempunyai angkatan militer
konvensional yang dapat melindungi mereka, para ahli fiqih menggunakan aturan
darurah untuk mengizinkan tindakan bom bunuh diri adalah masalah teologis, dan ini
telah menjadi sesuatu yang dapat diterima di kalangan masyarakat Palestina sebagai satu-
satunya cara untuk menarik perhatian dunia Internasional atas keadaan yang mereka
27 Emile Durkheim, Suicide, 1951 dalam Imam Feisal Abdul Rauf, Seruan Adzan Dari Puing
WTC, 176-177
28 Emile Durkheim, Suicide, 1951 dalam Imam Feisal Abdul Rauf, 177
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|15
alami. Hal tersebut didukung juga oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), bahwa jihad
dengan bom bunuh diri dan sejenisnya, tidak berlaku apabila dilakukan di Indonesia.
Sebab, Indonesia bukanlah wilayah yang sedang terjadi konflik. 29
Kemudian di samping itu, jihad yang kita artikan sebagai suatu kegiatan
memerangi kekafiran haruslah ditempatkan dalam koridor yang jelas. Artinya, dalam
jihad model ini prosedur maupun persyaratan di dalamnya sangat ketat, sebagaimana
diantara syaratnya telah dipaparkan dalam tulisan ini diatas. Mirip dengan ketatnya
persyaratan dalam melakukan amar ma‟ruf terutama ketika sudah masuk dalam konteks
bermasyarakat dan bernegara. Bagaimana mungkin perjuangan yang telah banyak
mengabaikan etika maupun prosedur dalam berjihad bisa dinamakan jihad? Apalagi
kekerasan yang dilakukan telah banyak melanggar baik syariat maupun norma-norma
kemanusiaan, diantaranya: Pertama , jihad telah mengorbankan nyawa-nyawa yang tidak
berdosa, di mualai dari anak-anak, wanita hingga orang tua. Kedua , merusak tatanan
ekonomi dan sosial, hingga pada kahirnya mengancurkan sebuah negara dan
memberanguskan komponen-komponen yang ada di dalamnya, serta membutuhkan
waktu yang panjang untuk kembali memulihkan seperti sedia kala. Ketiga, media dan
sarana yang digunakan sudah kontraproduktif dengan warna jihad yang digaungkan oleh
Islam kala itu. Keempat, jihad sesungguhnya merupakan wewenang daripada suatu
pemerintahan, dimana pemerintahan itu merupakan pemerintah yang sah dan disepakati
oleh rakyatnya, sebagai contoh adalah jihad yang diserukan oleh KH Hasyim Asy‟ari di
Surabaya untuk melawan penjajahan yang dilakukan oleh sekutu kala itu. Pemerintahan
yang sah dalam hal ini, Presiden Soekarno menyetujui dan mendukung kegiatan jihad
tersebut.
Premis II
Tokoh Ari dalam memahami makna Jihad fi Sabilillah adalah dengan
mempelajari ilmu pengetahuan dan mengamalkannya. Ari adalah tokoh yang memaknai
jihad cenderung kepada hal-hal non-fisik (baca: akal dan batin/esoterik).
Kesalahan memahami jihad yang hanya dimaknai semata-mata perjuangan fisik
disebabkan oleh tiga hal. Pertama, pengertian jihad secara khusus banyak dibahas dalam
kitab-kitab fiqih klasik senantiasa dikaitkan dengan peperangan, pertempuran, dan
ekspedisi militer. 30 Hal ini membuat kesan, ketika kaum Muslim membaca kitab fikih
29 Pemahaman jihad dalam konteks ini, mengacu pada referensi diantaranya kitab jihad
oleh Ahmad Muhammad al-Haufy, Jihad fi al-Islam baina ath-Thalab wa ad-Difa oleh Salih al-
Lahidah; al-Jihad fi al-Islam, Dirasah Muqaranah bi al-Ahkam al-Qanun al-„Amin oleh Taufiq Ali
Wahbah; al-jihad fi al-Islam, kaifa Nafhamuhu wa kaifa Numarisuhui oleh Muhammad Said
Ramadhan al-Buthi; al-Jihad fi Sabilillah dan Ayat al-Jihad fi al-Qur‟an al-KARIM, Dirasah
Maudhu‟iyyah wa Tarikhiyyah wa Bayaniyyah oleh Kamil Salamah ad-Duqs.
30 Pandangan jihad dalam bentuk ini diantaranya dikemukakan oleh Hasan al-Banna,
pengertian perang untuk membela kebenaran dengan cara menyusun kekuatan militer dan
melengkapi sarana pertahanan darat, laut dan udara pada setiap saat. (Hasan al-Banna, Risalah al-
jihad, (Kuwait: al-Ittihad AL-„Alami li al-Munazhamat ath-Thullabiyyah, 1985), 7-59
16 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
klasik, jihad hanya bermakna perang atau perjuangan fisik, tidak lebih dari itu. 31 Kedua,
kata jihad dalam al-Qur‟an muncul pada saat-saat perjuangan fisik atau perang selama
periode Madinah, di tengah berkecambuknya peperangan kaum Muslim membela
keberlangsungan hidupnya dari serangan kaum kafir Quraisy dan sekutu-sekutunya. Hal
ini menorehkan pemahaman bahwa jihad sangat terkait dengan perang. Menurut Daud
Al-Aththar, salah satu karakteristik ayat surah Madaniyah adalah banyak menyebutkan
ajaran tentang jihad, memberi izin untuk berperang dan menjelaskan tentang hukum-
hukumynya. 32 Ketiga, terjemahan yang kurang tepat terhadap kata anfus dalam surah al-
Anfal ayat 72 yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan
pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan
(terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun
atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.
Kata anfus yang diterjemahkan dengan “jiwa”, menurut Quraish Shihab tidak
tepat dalam konteks jihad. Makna yang tepat dari kata anfus dalam konteks jihad adalah
totalitas manusia, sehingga kata nafs (baca: kata tunggal dari anfus) mencakup nyawa,
emosi, pengetahuan, tenaga dan pikiran.
Kesalahan yang sama juga dilakukan oleh para pengamat Barat yang sering
mengidentikkan jihad dengan holy war atau perang suci. Jihad tidak berarti sebagai
perang melawan orang kafir, tidak berarti perang yang semata-mata karena motif agama.
Secara historis, jihad lebih sering dilakukan atas dasar politik, seperti perluasan wilayah
Islam atau pembelaan diri kaum Muslim terhadap serangan yang dilakukan oleh musuh.
Oleh sebab itu, holy war adalah terjemahan keliru dari jihad. Holy war dalam tradisi
Kristen bertujuan mengkristenkan orang yang belum memeluk agama Kristen,
sedangkan dalam Islam jihad tidak pernah bertujuan mengIslamkan orang non-Islam.
Munawar Khalil dalam buku kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Saw.
mengutip pendapat Muhammad Abduh, Ibnu Qayyim dalam Zaad Al-Ma‟ad dan Syaikh
Tahnthawi Jauhari, menyatakan bahwa orang-orang kurang mengerti, menyangka,
bahwa jihad itu tidak lain adalah berperang dengan kafir. Sebenarnya tidak begitu. Jihad
itu mengandung arti, maksud, dan tujuan yang begitu luas. Diantaranya adalah
memajukan pertanian, ekonomi, membangun negara, serta meningkatkan budi pekerti
umat termasuk jihad yang tidak kalah pentingnya ketimbang berperang.
Sayyid Bakri bin Sayyid Muhammad Syatha Ad-Dimyati Asy-Syafi‟i di dalam
kitabnya yang berjudul Hasyiyah „Ianatut Thalibin bahwa:
31 Ibnu Hazm, al-Muhalla, (Beirut: Dar al-Fikr, tth), Jilid IV, 291-354; al-Hawi al-Kabir,
(Beirut: Dar al-Fikr, tt), Jilid XVIII, 109-128; Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-
Muqtashid, (Beirut: Dar al-Fikr, tt), Jilid I, 278-298; Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa
Adilatuh, (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), Jilid VI, 411-424
32 Daud al-Aththar, Mu‟jaz Ulum al-Qur‟an, Alih bahasa oleh Muhammad Afif dan Ahsin
Muhammad, Pespektif Baru Ilmu Agama, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), 148; Masfuk Zuhdi,
Pengantar Ulumul Qur‟an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1993), 76
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|17
“Kewajiban jihad adalah washilah (perantara) bukan tujuan, karena tujuan perang aslinya adalah
memberi hidayah atau petunjuk kebenaran. Oleh sebab itu membunuh orang-orang kafir bukanlah
tujuan yang sebenarnya sehingga seandainya hidayah bisa disampaikan dan dihasilkan dengan
menunjukkan dalil-dalil tanpa berperang, maka hal ini lebih utama daripada berperang”. 33
Merupakan suatu fakta besar yang menganga di depan kaum Muslim, Islam
menjadi ketinggalan dalam kancah perkembangan dan kontestasi kemajuan ilmu
pengetahuan dan tehnologi, karena disibukkan dengan hal-hal yang sebenarnya tidak
perlu untuk diributkan dan diperdebatkan dengan panas nalar dan akal yang mendidih,
namun pada kenyataannya masyarakat Islam tidak mampu untuk berfikir dan bersifat
dewasa untuk setingkat lebih maju daripada bangsa Barat, khususnya adalah Amerika
dan Israel dalam percaturan kemajuan khazanah kelimuan. Padahal sejarah telah
mecatatkan, betapa Islam telah melahirkan mujahid-mujahid ilmu pengetahuan yang
dihargai oleh dunia Barat kala itu, hingga penemuan-penemuan mereka tentang sains
dan rantingnya mampu dimanfaatkan oleh dunia eropa dan Amerika yang notabene
adalah negara-negara terbelakang dalam berpengetahuan dikala itu.
Menuntut ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, mampu juga dikatakan
sebagai jihad. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa jihad dengan ilmu ini lebih
utama daripada dengan senjata. Karena setiap jihad mesti pula didahului dengan ilmu.
Karena menjaga syari‟at adalah dengan ilmu. Jihad dengan senjata pun harus dengan
ilmu. Tidaklah bisa seseorang ber-jihad, mengangkat senjata, mengatur strategi,
membagi ghonimah (baca: harta rampasan perang), menawan tahanan melakukan harus
dengan ilmu. Ilmu itu adalah sebagai dasar. 34
Adapun dalil yang mendukung bahwa menuntut ilmu termasuk jihad adalah
tertuang dalam al-Qur‟an surah al-Furqon: 51-52 yang artinya: “Dan andaikata Kami
menghendaki benar-benarlah Kami utus pada tiap-tiap negeri seorang yang memberi peringatan
(rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
dengan Al Quran dengan Jihad yang besar”.
Ibnul Qayyim menerangkan di dalam kitabnya yang berjudul Zaadul Ma‟ad,
bahwa surah ini adalah termasuk dalam surah Makkiyah, artinya adalah surah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. sebelum beliau berhijrah. Di dalam ayat ini
berisi perintah ber-jihad melawan orang kafir dengan hujjah dan bayan (dengan memberi
penejasan atau ilmu, karena saat itu kaum muslimin belum mempunyai kekuatan untuk
ber-jihad menggunakan senjata. Bahkan jihad melawan orang-orang yang munafik itu
lebih berat dibanding berjihad melawan orang kafir. Jihad dengan ilmu inilah jihadnya
orang-orang yang khusus dari umat ini yang menjadi pewaris para Rasul. 35
Sedangkan dalam hadits juga disebutkan bahwa menuntut ilmu adalah bagian
daripada jihad sebagaimana yang katakana oleh tokoh Ari ketika menutup percakapan
33 Sayyid Bakri, Hasyiyah „Ianatut Thalibin ( Beirut: Darul Fikr, 2006), cet. Kelima, jilid
IV, 181.
34 Syarh daripada Riyadhus Sholihin, Jilid 1, 108
35 Ibnu Qayyim al-Jauziah, Mukhtashar Zaadul Ma‟ad, diringkas oleh Muhammad bin
Abdul Wahab at-Tamimi, Darul Fikr, 1990. Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, Mukhtashar
Zaaadul Ma‟ad: Bekal Menuju Akhirat, (Jakarta: Pustaka Azam, 2000), 174
18 |Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol. 4 , No.1, 2019
yang dilakukannya dengan tokoh Udin di dalam serial film kartun CISForm: Jihad fi
sabilillah tersebut. Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: “Siapa yang mendatangi masjidku (masjid Nabawi) lantas ia mendatanginya hanya untuk
niatan yang baik yaitu untuk belajar atau mengajarkan ilmu di sana, maka kedudukannya seperti
mujahid di jalan Allah. Jika tujuannya tidak seperti itu, maka ia hanyalah seperti orang yang
mentilik-tilik barang lainnya”. 36
Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan analisis wacana yang peneliti lakukan terhadap serial film kartun
CISForm: Jihad fi Sabilillah, maka dapat disimpulkan bahwa Jihad fi Sabilillah mampu
dilakukan dengan beragam cara, tidak dengan demostrasi dan perang. Sebab, jihad
bentuk demostrasi untuk penegakan khilafah dan perang dalam konteks tatanan dunia
sekarang sudah tidak mungkin untuk dilaksanakan. Dan menyalahi pemaknaan dan
penerapan ayat-ayat tentang jihad di al-Qur‟an maupun Sunnah Nabi Saw. Jihad di masa
kini harus mempunyai arah untuk memajukan Islam demi kemaslahatan manusia dan
alam semesta, diantaranya adalah dengan membongkar khazanah-khazanah keilmuan
yang masih terpendam untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh dunia,
tanpa terkecuali dunia Islam sendiri. Sehingga dapat dikatakan bahwa, Jihad dengan
mempelajari ilmu agama atau ilmu pengetauan yang lainnya, lebih utama kedudukannya
ketimbang dengan jihad mengangkat senjata.■
Daftar Pustaka
Al-Aththar, Daud, Mu‟jaz Ulum al-Qur‟an, Alih bahasa oleh Muhammad Afif dan Ahsin
Muhammad, Pespektif Baru Ilmu Agama, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994.
Al-Banna, Hasan. Risalah al-jihad, Kuwait: al-Ittihad AL-„Alami li al-Munazhamat ath-
Thullabiyyah, 1985.
Al-Bukhari, Al-Jami‟ al-Musnad as-Shahih al-Mukhtasar min Umur Rasulillah SAW wa
Sunanihi wa Ayyamihi, Dar al-Sya‟ab, t.t., t.th.
Al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya‟ „Ulum al-Din diterjemah oleh Tengku Muhammad Habsi
ash-Shidiegh, Semarang: Pustaka Riski, 2003.
al-Jauziah, Ibnu Qayyim, Mukhtashar Zaadul Ma‟ad, diringkas oleh Muhammad bin
Abdul Wahab at-Tamimi, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, Mukhtashar
Zaaadul Ma‟ad: Bekal Menuju Akhirat Jakarta: Pustaka Azam, 2000.
Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemenen Agama RI, Jakarta, 1978/1979.
36 HR. Ibnu Majah no. 227 dan Imam Ahmad no. 418
Ali Ridho—Memahami Makna Jihad Dalam Serial Film Kartun ...|19
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta,
2010.
Az-Zuhaily, Wahbah, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, Beirut: Dar al-Fikr, Jilid VI, 1989.
Bakri, Sayyid, Hasyiyah „Ianatut Thalibin cet. Kelima, jilid IV, Beirut: Darul Fikr, 2006.
Bellah, Robert, The Good Society, 1992.
Dawud, Abu. Sunan Abu Dawud, Mishr: Maktabat Mushthafa al-Babi al-Halabi, 1952.
Drajat, Zakariya, Jihad Dinamis: Menelusuri Konsep dan Praktik Jihad Dalam Sejarah Islam,
Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Vol. 16. No. 1, Jakarta: Universitas
Negeri Jakarta, 2016.
Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta: LKiS. 2015.
Fatah, Abdul, Memaknai Makna Jihad Dalam al-Qur‟an dan Tinjauan Historis Penggunaan
Istilah Jihad Dalam Islam, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 3, No. 1 Juli-Desember,
Malang: Universitas Negeri Malang (UIN) Maulana Malik Ibrahim, 2016.
Hazm, Ibnu, al-Muhalla, Beirut: Dar al-Fikr, Jilid IV, tth., al-Hawi al-Kabir, Beirut: Dar
al-Fikr, Jilid XVIII, tth.
Ilahi, Wahyu.dkk. Komunikasi Dakwah. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. 2013.
Imam Feisal, A. Rauf. Seruan Adzan Dari Puing WTC: Dakwah Islam Di Jantung Amerika
Pasca 9/11. Bandung: Mizan Pustaka. 2004.
Irawan, Deni. Kontroversi Makna dan Konsep Jihad Dalam al-Qur‟an Tentang Menciptakan
Perddamaian, Jurnal Religi, Vol X, No. 1.