BIAS KEULAMAAN SANG KYAI DI TENGAH POLEMIK RADIKALISME
BIAS KEULAMAAN SANG KYAI DI TENGAHPOLEMIK RADIKALISME
Oleh :Fifi Novianty, S.Sos
Indonesia sedang di hebohkan dengan ramainya isu Radikalisme yang masuk ke dalam pendidikan anak di usia dini (PAUD). Hal tersebut menjadi ramai di perbincangkan karena seorang tokoh ulama yakni Wakil Presiden, Ma’ruf Amin melontarkan pernyataan yang menimbulkan kontroveresi di masyarakat luas. Beliau melontarkan sebuah perkataan yang menyinggung unsur radikalisme, bahwa ajaran radikalisme telah menjalar ke dalam lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD).
Dilansir dari indopolitika.com (03/12/19), Ma’ruf Amin memperkirakan bahwa di Indonesia telah banyak sekolah Pendidikan Anak Usia Dini telah terpapar paham ajaran radikalisme. Hal itu diketahuinya saat melakukan kunjungan ke berbagai sekolah PAUD di berbagai daerah. Menurutnya, masih banyak sekolah yang menggunakan bahan ajar yang di dalam nya mengandung unsur radikalisme. Bahan ajar tersebut lolos hingga di serap oleh anak-anak dalam proses belajar mengajar di sekolah, bahkan tak jarang dijadikan sebagai bahan atau soal ujian. Dan Ma’ruf Amin pun mengatakan “Bahkan sejak masih PAUD itu ada ajaran Radikalisme, itu yang menjadi perhatian kita bersama”.
Munculnya pernyataan salah satu Ulama besar di Indonesia tersebut sungguh disayangkan ditengah polemik radikalisme yang tengah memanas di tanah air ini. masyarakat terutama para orang tua tentu nya akan semakin resah dan akan menimbulkan perspektif negatif di tengah masyarakat yang tengah di landa isu radikalisme. tentunya, apa yang di ucapkan ulama kepada masyarakat harus berdasarkan riset dan penelitian yang mendalam, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenaran nya. Sehingga masyarakat tidak berfikir bahwa apa yang dikatakannya hanya untuk menakut-nakuti masyarakat dan tanpa didasari fakta yang kuat.
Berdasarkan opini dari masyarakat yang mengkritik ucapan dari Ma’ruf Amin tentang Radikalisme masuk dalam Pendidikan Anak Usia Dini, yakni dikutip dari blog Kompasiana.Com. penulis mengatakan kritiknya terhadap Ma’ruf bahwa ia menanyakan, “Jadi Kyai, PAUD mana yang Radikal? Bukan tidak ta’dzim kepada kyai, namun kami khawatir pernyataan kyai itu akan digeneralisir dan membuat stigma negatif pada penyelenggaraan PAUD di Indonesia yang di kelola pemerintah, swasta maupun LSM.”
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nasir pun tak sepakat dengan klaim Wakil Presiden soal instansi Pendidikan Anak Usia Dini yang telah mengajarkan Radikalisme kepada anak didik. Menurut Haedar, pemerintah tidak perlu membuat kesimpulan umum jika menemukan satu kasus radikalisme diajarkn di lembaga pendidikan. Sebab itu akan merendahkan peran mulia lembaga pendidikan.
Jika dilihat dari kritik-kritik yang muncul dari beberapa tokoh masyarakat yang mengklaim pernyataan Ma’ruf Amin, bahwa seharusnya pemerintah terutama seorang ulama hendaknya memahami terlebih dahulu makna dan definisi Radikal itu apa. Dan jangan hanya melihat dari satu kasus kemudian di simpulkan menjadi suatu statment. Hal tersebut justru akan menimbulkan kritikan pedas dan hujatan dari berbagai lembaga atau pun LSM yang bersangkutan yang merasa bahwa hal yang diucapkan itu tidak benar dengan pernyataan yang tentunya belum cukup kuat bukti dan fakta dilapangannya.
Berdasaran sumber bacaan dari CNN Indonesia, Ma’ruf Amin pernah mengungkapkan bahwa “kita ingin libatkan secara keseluruhan, terorganisasi, tersinergi, komprehensif, sehingga perkembangan radikalisme dapat di cegah dari hulu sampai hilir. Mulai pendidikan, bukan hanya SD, dari PAUD juga mulai ada gejala, dari TK tokoh-tokoh radikal itu sudah dikenalkan”. Ujar nya di Istana Wakil Presiden.
Seharusnya yang perlu diperhatikan bersama adalah bagaimana masyarakat dan terutama bagi seluruh pejabat pemerintah hari ini harusnya berhati-hati dalam mengeluarkan statemennya. Dan seorang kyai yang notaben nya selalu menjadi suri tauladan bagi umat muslim tentunya harus bisa mendamaikan dan menenangkan hati masyarakat ditengah riuhnya polemik radikalisme yang sedang memuncak.
Sebagai akademisi kita tidak seharusnya mudah percaya dan terprovokatori oleh pernyataan yang belum pasti kebenarannya. Sebagai kaum muslimpun kita hendaklah betabayun dan jangan mudah menyebarkan berita atau pernyataan yang membawa polemik baru ditengah masyarakat. Kita harus mengetahui terlebihi dahulu apa makna radikalisme itu, jangan sampai kita terbawa oleh isu-isu yang akan membawa umat Islam pada perpecahan.
Dalam UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme disebutkan: setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan situasi teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan situasi teror korban yang bersifat massal. Dengan cara melepas harta benda oranglain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Dari UU diatas kita dapat mengetahui tindak radikalisme yang mengarah pada aksi terorisme dengan berbagai tindakan-tindakan yang disebutkan di dalam UU. Dengan membuka wawasan tentang ilmu pengetahuan dan tentang isu-isu yang sedang berkembang membuat kita tidak mudah terprovokatori. Dan bagi pemerintah khususnya pemuka agama hendaknya berhati-hati dalam mengeluarkan statemennya dalam berbicara, agar tidak menimbulkan perspektif negatif di tengah masyarakat yang sedang di rundung isu radikalisme. Sehingga bisa membawa pesan yang membawa perdamaian dan ketentraman bagi masyarakat.
Fifi Novianty, S.Sos. Mahasiswa Magister Komunikasi dan Penyaiaran Islam (S2 KPI) FDK UIN SUKA